Beranda | Artikel
Pentingnya Berdakwah
8 jam lalu

Pentingnya Berdakwah adalah ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Ushul ad-Dakwah as-Salafiyah. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin, Lc. pada Sabtu, 24 Jumadil Awal 1447 H / 15 November 2025 M.

Kajian Tentang Pentingnya Berdakwah

Berdakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas ilmu pengetahuan merupakan pokok ajaran atau dakwah salaf yang ketiga. Urutannya setelah seseorang gigih mencari ilmu dan mengamalkannya, barulah ia memulai mendakwahkan ilmu tersebut.

Dakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala memiliki kedudukan yang sangat penting di dalam agama Islam, dan manusia sangat memerlukan dakwah tersebut. Sebelum menguraikan poin-poin yang disebutkan oleh penulis, penting untuk memahami urgensi berdakwah, yaitu mengajak manusia kepada Allah, dan kebutuhan (hajat) manusia terhadap dakwah.

Fadhilatus Syaikh Prof. Dr. Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr Hafidzahumullah, di dalam kitab beliau مكانة الدعوة إلى الله وأسس دعوة غير المسلمين (Kedudukan Dakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Landasan-landasan Berdakwah kepada Selain Kaum Muslimin), pada bab yang pertama beliau menyebutkan, “Pentingnya Berdakwah kepada Allah dan Kebutuhan Manusia Kepadanya.”

Beliau menjelaskan bahwa dengan dakwah, akan jelas mana petunjuk dan mana kesesatan, mana kebenaran dan mana kebatilan, mana penyimpangan dan mana kelurusan, mana kesalahan dan mana kebenaran, serta mana perbaikan dan mana kerusakan. Dan dakwah adalah kewajiban para rasul ‘Alaihimush Shalatu was Salam dan para pengikutnya hingga hari kiamat.

Inilah letak urgensi dan pentingnya berdakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan dakwah, kita mengetahui mana jalan petunjuk dan mana jalan kesesatan, mana kebenaran dan mana kebatilan, mana penyimpangan dan mana kelurusan, dan seterusnya, sebagaimana yang disebutkan oleh penulis.

Kemudian, Syaikh Abdur Razzaq juga menyatakan bahwa berdakwah kepada Allah adalah jaminan bagi masyarakat yang di dalamnya terdapat kehancuran dan kerusakan, baik di dunia maupun di akhirat. Ini menunjukkan betapa pentingnya dakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sebagai contoh, jika tidak ada dakwah untuk mencegah perbuatan zina, dan perzinahan dibiarkan tersebar luas serta dianggap biasa, maka yang terjadi adalah kehancuran dan kerusakan masyarakat.

Sangat jelas bahwa dakwah adalah penangkal kerusakan. Kerusakan dapat berupa penyakit yang menyebar ataupun kerusakan lain. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلاَّ فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلاَفِهِمُ

“Tidaklah nampak perbuatan fahisyah (keji/zina) di sebuah kaum sampai mereka menampakkannya dengan terang-terangan, melainkan akan tersebar di tengah-tengah mereka penyakit taun (wabah) dan penyakit-penyakit yang belum pernah ada pada umat sebelum mereka.” (HR. Ibnu Majah)

Ini menunjukkan bagaimana tersebarnya penyakit dan musibah adalah siksa dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di sinilah letak pentingnya dakwah, sebagai upaya pencegahan.

Itu baru perbuatan zina, yang merupakan dosa terbesar setelah membunuh. Belum lagi perbuatan kesyirikan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebut di dalam Al-Qur’an sebagai al-fasad (kerusakan) di atas muka bumi ini. Tidak ada kerusakan yang lebih besar di atas muka bumi ini kecuali kesyirikan.

Maka apabila ada dakwah yang mengajak kepada Allah, mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya, taat atas perintah-Nya, dan menjauhi larangan-larangan-Nya, maka ini adalah jaminan untuk masyarakat agar tidak terjadi kehancuran dan kerusakan, baik di dunia ataupun di akhirat.

Syaikh Abdur Razzaq juga mengatakan, “Kebutuhan manusia kepada dakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang murni, yang meluruskan aqidah-aqidah mereka, membersihkannya dari kotoran dan campuran, serta dakwah yang mengajak mereka untuk mengerjakan apa yang diwajibkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada-Nya dan kepada makhluk-Nya, dan dakwah yang melarang mereka dari segala yang diharamkan berupa kerusakan.

Kebutuhan mereka terhadap dakwah seperti yang telah dijelaskan —membersihkan akidah, mengetahui kewajiban kepada Allah dan kepada makhluk-Nya, menjauhi larangan, dan mengenali kerusakan— adalah seperti kebutuhan mereka kepada air hujan. Kebutuhan terhadap dakwah seperti kebutuhan kita kepada makanan yang enak dan air yang dingin.

Bahkan, kebutuhan kita kepada dakwah lebih dahsyat dibandingkan kebutuhan kita kepada makanan dan minuman. Siapa yang kehilangan makan dan minum, ujung-ujungnya adalah kematian, dan terkadang setelah mati ia akan masuk ke dalam surga Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Adapun akibat dari hilangnya dakwah dan agama di tengah kaum muslimin adalah kerugian abadi (khusranul abadi) yang menghantarkan seorang hamba kepada neraka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Neraka Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah seburuk-buruk tempat tinggal.

Syaikh berkata, “Perbedaan antara dua kerugian tersebut sangatlah nyata.” Kerugian karena tidak adanya makanan dan minuman ujungnya adalah kematian, dan orang yang meninggal ini mungkin akan masuk surga. Namun, kerugian karena tidak adanya dakwah, tidak adanya ilmu, dan tidak adanya petunjuk sehingga seseorang tidak bisa membedakan mana yang hak dan mana yang batil, ujungnya adalah kekal abadi di dalam neraka. Perbedaannya sebagaimana berbeda antara langit dan sumur.

Hal ini memperkuat pentingnya berdakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Setelah Syaikh Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin menyampaikan muqaddimah tadi, kita kembali kepada kitab penulis, Fadhilatusy Syaikh Abdus Salam bin Barjas Al Abdul Karim Rahimahullah.

Beliau berkata, “Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi nikmat atas seorang muslim dengan ilmu dan pengamalannya, maka hendaknya ia bersegera menyampaikan kebaikan ini kepada manusia melalui cara mendakwahi, menasihati, dan membimbing mereka.”

Sungguh, besarnya peran dakwah ini harus menjadi nasihat bagi para orang tua agar mempersiapkan anak-anak mereka sebagai pendakwah Islam. Jika tidak ada regenerasi, manusia akan hancur. Harus ada orang-orang yang mengajari umat. Karena itu, para orang tua harus berani mengarahkan anak-anaknya menjadi pendakwah.

Saat ini, sebagian orang tua—bahkan yang sudah lama mengaji atau sudah bergelar ustadz—kadang tidak mengarahkan anak-anaknya untuk menjadi pendakwah, yaitu mengajak manusia kepada jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan agama-Nya. Ada sebagian yang sejak kecil diajarkan agama (SD Islam Terpadu, SMP dan SMA pesantren), namun setelah lulus malah memilih belajar umum.

Perbuatan tersebut merupakan kerugian. Itu sama dengan mengganti sesuatu yang lebih baik dengan yang lebih rendah. Orang-orang yang belajar ilmu umum ingin sekali belajar ilmu agama, tetapi ada yang telah mengenyam pendidikan agama sejak kecil malah beralih ke umum. Alangkah indahnya kehidupan seorang pendakwah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Oleh karena itu, jika seorang muslim telah berilmu dan beramal, pokok dakwah salaf selanjutnya adalah mendakwahkannya, tidak hanya untuk dirinya sendiri.

Dakwah sebagai Profesinya Para Nabi

Penulis kemudian berkata, “Dakwah kepada Allah, memberikan nasihat kepada manusia, dan memberikan bimbingan kepada jalan yang lurus adalah pekerjaan (profesi) para nabi ‘Alaihimush Shalatu was Salam.”

Alangkah indahnya jika seorang anak mencontoh pekerjaan para nabi ‘Alaihimush Shalatu was Salam yaitu berdakwah. Namun, sebagian orang tua terkadang lebih memilih mengarahkan anak kepada jalur umum. Selain itu, sebagian orang tua juga dipengaruhi oleh anggapan bahwa “tidak semua orang harus menjadi ustadz,” padahal pemikiran ini mengandung kekeliruan, bahkan diterima oleh sebagian lembaga pendidikan yang mengusung dakwah sunnah.

Perlu menjadi nasihat bahwa lembaga-lembaga pendidikan Islam seharusnya tidak mengurangi porsi ilmu agama. Sungguh aneh jika lembaga pendidikan Islam justru lebih condong kepada ilmu-ilmu umum dibandingkan ilmu-ilmu agama, kemudian membuat program khusus agama. Sesuatu yang aneh ini sudah terjadi. Kaum muslimin perlu dinasihati agar mempersiapkan anak-anaknya menjadi para pendakwah, karena inilah pekerjaan para nabi ‘Alaihimush Shalatu was Salam.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada nabi-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah (Muhammad), ‘Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan dasar ilmu yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.`” (QS. Yusuf [12]: 108)

Marilah kita merenungi tafsir dari ayat ini.

Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala berkata: Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman kepada hamba dan rasul-Nya, Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, agar mengatakan kepada seluruh tsaqalain (dua makhluk yang besar, yaitu jin dan manusia), bahwa inilah jalannya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Inilah napak tilasnya dan inilah ajarannya.

Inti ajaran tersebut adalah berdakwah, dan siapa saja yang berdakwah berarti ia sedang menjalankan ajaran Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ajaran tersebut adalah mengajak kepada Laa Ilaha Illallah Wahdahu Laa Syarika Lah (Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya).

Dakwah dilakukan di atas ilmu pengetahuan, keyakinan, dan petunjuk. Siapa saja yang mengikuti Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, berarti ia mencontoh perbuatan beliau dan nabi-nabi lainnya. Seluruh nabi dan rasul diutus oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk berdakwah.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian lengkapnya.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55796-pentingnya-berdakwah/